KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN
A.
Pengertian
Kebijaksanaan Kependudukan
H.T.
Eldrige dalam Agus Dwiyanto (1995) mendefenisikan kebijaksanaan kependudukan
sebagai keputusan legislatif, program administrasi dan berbagai usaha
pemerintah lainnya yang dimaksudkan untuk merobah kecenderungan penduduk yang
ada demi kepentingan kehidupan dan kesejahteraan nasional. Kebijaksanaan
kependudukan menurut Perserikatan Bangsa Bangsa yaitu sebagai langkah-langkah
dan program-program yang membantu tercapainya tujuan-tujuan ekonomi, sosial,
demografis, dan tujuan-tujuan umum yang lain dengan jalan mempengaruhi
variabel-variabel demografi yang utama, yaitu besar dan pertumbuhan penduduk
serta perubahan dan ciri-ciri demografinya.
Kebijaksanaan
yang mempengaruhi variabel kependudukan antara lain ialah program mengadakan
vaksinasi anak-anak yang menyelamatkan mereka dari berbagai penyakit anak-anak
yang berbahaya. Vaksinasi yang demikian akan menurunkan kematian anak-anak dan
akan mempengaruhi angka kematian penduduk sebagai keseluruhan. Kebijaksanaan
yang menanggapi perubahan penduduk antara lain ialah program
pendirian-pendirian sekolah-sekolah yang disebabkan oleh penurunan angka
kematian anak.
Suatu
kebijaksanaan yang mempengaruhi variabel kependudukan dapat bersifat langsung
dan tidak langsung. Kebijaksanaan langsung antara lain ialah program pelayanan
kontrasepsi yang langsung mempengaruhi besarnya penduduk akibat penurunan
banyaknya kelahiran. Kebijaksanaan yang bersifat tidak langsung misalnya
melalui ketentuan peraturan pencabutan subsidi pada keluarga yang mempunyai
anak lebih dari jumlah tertentu.
B.
Kebijaksanaan
Fertilitas dan Mortalitas
1.
Kebijaksanaan untuk mempengaruhi Tingkat Fertilitas
a.
Kebijaksanaan
Pronatalis
Kebanyakan
kebijaksanaan pemerintah yang yang berkaitan dangan trend fertilitas dan
pertumbuhan penduduk. Bentuk-bentuk umum yang terkenal adalah:
1)
Propaganda pronatalis,
2) Program-program yang
mendorong keluarga, sistim perpajakan, dan insentif untuk seorang ibu, dan
3)
Pembatasan terhadap
distribusi dan penggunaan kontrasepsi dan aborsi.
Kebijaksanaan
yang demikian masih di lakukan di beberapa negara. Mereka yakin bahwa penduduk
yang besar merupakan prasarat untuk pertumbuhan ekonomi atau dapat menempatkan
daerah-daerah yang masih kosong. Brazil, Argentina dan beberapa Negara di
Afrika memiliki kebijaksanaan yang demikian.
b.
Kebijaksanaan
Antinatalis
1)
Program Keluarga
Berencana Nasional
Program
keluarga berencana nasional ditujukan untuk mengurangi fertilitas dengan
memberikan peralatan, pelayanan, dan informasi tentang kontrasepsi. Dasar
pemikirannya adalah bahwa pasangan usia subur yang ingin membatasi besarnya
keluarga mereka akan cukup untuk menurunkan rata-rata kelahiran untuk kurun
waktu tertentu. Diskusi tentang program keluarga berencana biasanya berkisar
pada hak orang tua untuk memutuskan jumlah dan jarak kelahiran.
2)
Pendekatan Non Keluarga
Berencana
Pendekatan
non keluarga berencana yang diarahkan untuk menurunkan fertilitas menyadari
bahwa besarnya keluarga hanyalah merupakan respons terhadap cara seorang
melihat dunia sosialnya. Pendekatan ini menekankan pentingnya perubahan
kelembagaan dan dukungan lingkungan sosial budaya.
Metode
non keluarga berencana yang sering kali diusulkan tetapi belum disetujui secara
luas, yaitu:
a)
Moderenisasi,
b)
Membayar yang tidak
memiliki anak/tidak hamil,
c)
Meningkatkan
partisipasi tenaga kerja wanita, dan
d)
Pendidikan
kependudukan.
2.
Kebijaksanaan untuk
mempengaruhi Tingkat Mortalitas
Pemerintah
tidak secara eksplisit memiliki kebijaksanaan mempengaruhi mortalitas seperti
yang dilakukan untuk menurunkan angka fertilitas. Penurunan mortalitas
merupakan tujuan semua pemerintah termasuk mereka yang menginginkan untuk
mengurangi rata-rata pertumbuhan penduduk.
a.
Kebijaksanaan yang
Menurunkan Mortalitas
Semua
kebijaksanaan pemerintah yang secara langsung berkaitan dengan penurunan
mortalitas adalah semua yang mensupport pengembangan pengetahuan medis yang
berpotensi meningkatkan umur manusia (life expectacy), usaha pemerintah yang
diarahkan untuk mengurangi menjalarnya atau datangnya penyakit tertentu, usaha
untuk menjaga keselamatan dalam perjalanan, menyediakan pelayanan kesehatan
bagi para wanita hamil, serta pemerintah juga telah menurunkan angka kematian
dengan pengaturan rokok.
b.
Kebijaksanaan yang
Meningkatkan Angka Mortalitas
Rasanya
janggal bahwa kebijaksanaan yang meningkatkan agka mortalitas ini ada, kerena
pemerintah justru menghendaki sebaliknya. Tetapi, berbagai kebijakan pemerintah
yang mencelakakan kesehatan, meskipun secara tidak sengaja, akhirnya juga
meningkatkan kematian.
C.
Kebijaksanaan
Migrasi
1.
Kebijaksanaan Migrasi
Internasional
a.
Kebijaksanaan Emigrasi
Sejumlah
negara mencoba menghambat emigrasi melalui restriksi atau hambatan hukum,
sosial, dan ekonomi. Pada konfrensi PBB di Bucharest 1974 ternyata 72 negara
berusaha menghambat emigrasi permanen. Negara-negara yang menghambat permanen
emigrasi adalah RRC dan Uni Soviet.
Maroko,
Tunisia, dan Angeria telah berani mendorong emigrasi sebagai bagian dari usaha
untuk memecahkan masalah pengangguran dalam negeri. Emigrasi juga disetujui
pemerintah, bila terjadi perbedaan agama dan budaya.
Di
Indonesia, berdasarkan pasal 23 Undang Undang Republik Indonesia nomor 12
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, seseorang kehilangan
kewarganegaraannya, jika yang bersangkutan:
1) Memperoleh
kewarganegaraan lain atas kemauan sendiri;
2) Tidak
menolak atau tidak melepas kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang
bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
3) Dinyatakan
hilang kewarganegaraannya oleh presiden atas permohonan sendiri, sudah berusia
18 tahun, bertempat tinggal di luar negeri;
4) Masuk
dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahuludari Presiden;
5) Secara
sukarela masuk dalam dinas negara asing;
6) Secara
sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing;
7) Tidak
diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
8) Bertempat
tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 tahun terus menerus
bukan dalam rangka dinas negara.
b.
Kebijaksanaan Immigrasi
Kebijakan
immigrasi biasanya berubah sebagai respons terhadap faktor-faktor demografis,
ekonomi, dan politik nasional. Negara-negara yang menginginkan jumlah immigrasi
yang besar pada suatu waktu apabila mereka memiliki tanah kosong yang tersedia
untuk dihuni, tetapi mereka tidak menginginkan immigrasi apabila tenaga kerja
mereka sudah kurang mampu mengabsorpsi immigran baru.
Di
indonesia warganegara asing dapat menjadi warganegara Indonesia melalui proses
pewarganegaraan yang di atur dalam Undang Undang Republik Indonesia nomor 12
tahun 2006, bab III pasal 9 yang menyatakan permohonan kewarganegaraan dapat
diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;
2) Pada waktu mengajukan permohonan sudah
bertempat tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia paling sinkat 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak
berturut-turut;
3) Sehat
jasmani dan rohani;
4) Dapat
berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang
Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945;
5) Tidak
pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 1 tahun atau lebih;
6) Jika
dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
7) Mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan
tetap; dan
8) Membayar
uang pewarganegaraan ke kas negara.
9) Kebijaksanaan
Migrasi Internal
Program-program
dan kebijaksanaan-kebijaksanaan mengenai migrasi internal memiliki tujuan umum
tertentu yaitu berkaitan dengan redistribusi penduduk. Dalam proses tersebut
pertumbuhan beberapa daerah didorong, sedangkan beberapa daerah lain dihambat.
Di banyak negara perubahan reproduksi telah menjadi faktor penting yang
mendorong pertumbuhan penduduk. Migrasi nampaknya menjadi faktor penting dalam
distribusi penduduk. Kebijaksanaan yang bersifat implisit dan eksplisit
mendorong atau menghambat mobilitas penduduk dalam suatu negara telah menjadi
faktor penting yang mempengaruhi jumlah penduduk, rata-rata pertumbuhan lokal
dan regional, serta distribusi penduduk.
a.
Kebijaksanaan Langsung
Kebijakan-kebijakan
langsung terhadap migrasi internal pada umumnya ditujukan untuk memperlambat
pertumbuhan kota, khususnya di negara-negara sedang berkembang.
Ada
empat jenis kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi distribusi penduduk, yaitu:
1)
Menghentikan Arus
Migran,
2)
Mengarahkan kembali
Migran ke Daerah Frontiers,
3)
Pengembangan Pusat
Pertumbuhan dan Kota baru, dan
4)
Membatasi Pertumbuhan
Kota.
b.
Kebijaksanaan Tidak
Langsung
Kebijakan
tidak langsung yaitu dimana pemerintah mempengaruhi secara tidak langsung
distribusi penduduk, misalnya berbagai peraturan yang mengatur segregasi
penduduk kulit hitam dan kulit putih, telah secara tidak langsung mempengaruhi
distribusi penduduk. Amerika Serikat pada saat sekarang ini tidak mempunyai
kebijakan nasional yang didesain untuk mempengaruhi distribusi penduduk.
Meskipun demikian, kongres telah diminta untuk menyelidiki dampak berbagai
peraturan perundangan dan program terhadap keputusan individual dan perusahaan
dalam berlokasi atau bertempat tinggal dalam negara itu.
2.
Migrasi dan
Kebijaksanaan Migrasi di Indonesia
Di
indonesia, studi migrasi telah dilakukan oleh beberapa ahli baik dari dalam
maupun luar negeri dan mencakup daerah-daerah di jawa maupun luar jawa. Hampir
semua memusatkan perhatian pada determinant, pola dan kecenderungan migrasi
yang diikuti oleh usaha penyusunan kebijaksanaan.
Kebijakan
migrasi di Indonesia dapat di lihat dari beberapa aspek, yaitu;
1)
Kebijakan yang bersifat
eksplisit, menyangkut pengaturan ijin tempat tinggal dan transmigrasi.
2)
Kebijakan yang bersifat
implisit, pengaturan pembangunan regional yang intergrated, pengembangan
pusat-pusat pengembangan skala kecil, serta distribusi wilayah industri kecil.
3)
Kebijakan yang bersifat
restrictive, usaha untuk melarang atau membatasi migran masuk ke kota tertentu
yang sudah padat.
4)
Kebijakan yang
restraining, usaha untuk menahan agar penduduk pedesaan tidak pindah ke kota,
melalui penciptaan lapangan kerja di daerah asal.
5)
Kebijakan yang bersifat
divisionary, usaha untuk membuat daerah alternatif menjadi menarik (membuka
kesempatan kerja) sehingga mempengaruhi arus dan arah migran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar