MOTIVASI



MOTIVASI

1.      Apakah motivasi itu ?
Yang dimaksud ,dengan motif ialah segala sesuatu yang mendorong se­seorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Atau seperti di­katakan oleh Sartain dalam bukunya Psychology Understanding of Human Behavior: Motif adalah suatu pernyataan yang kom­pleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku/ perbuatan ke suatu tujuan atau perangsang.
Juga dalam coal belajar, motivasi itu sangat penting. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar. Di sekolah seringkali terdapat anakyang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, dan se­hagainya. Dalam hal demikian berarti bahwa guru tidak berhasil memberikanmotivasi yang tepat untuk mendorong agar siswa bekerjadengansegenap tenaga dan pikirannya. Dalam hubungan ini, perlu diingat, bahwa nilai buruk pada suatu mata pelajaran ter­tentu belum tentu berarti bahwa anak itu bodoh terhadap mata pelajaran itu. Seringkali terjadi seorang anak malas terhadap suatu mata pelajaran, tetapi sangat giat dalam mata pelajaran yang lain.
Banyak ahli-ahli psikologi yang membatasi penggunaan istilah drive untuk pernyataan-pernyataan seperti: lapar, haus, pemuasan seksual dan sebagainya, yang semua itu menunjukkan pernyataan tentang physiological drive untuk semua pernyataan baik yang bersifat fisiologis ataupun psikis. Karena perbedaan-perbedaan penggunaan kedua kata tersebut tidak begitu penting, maka di sini kita menggunakan istilah motif dan drive itu untuk pengertian yang sama.
Kebutuhan (need). Pengertian motif tidak dapat dipisahkan daripada kebutuhan (need). Seseorang atau suatu organisme yang berbuat/melakukan sesuatu, sedikit-banyaknya ada kebutuhan di dalam dirinya atau ada sesuatu yang hendak dicapainya. Dalam pelajaran tentang motivasi, kadang-kadang kata “kebutuhan”itu diberi arti yang khusus. Sartain menggunakan istilah “kebutuh­an” (need) itu hanyalah sebagai suatu istilah yang berarti suatu kekurangan tertentu di dalam sesuatu organisme. Contoh: Seekor binatang yang berkeliaran mencari mangsanya, berarti bahwa binatang itu lapar: ada kekurangan (makanan) di dalam tubuhnya.

2.      Klasifikasi motif – motif
Para ahli psikologi berusaha menggolong-golongkan motif-motif yang ada dalam diri manusia atau suatu organisme, ke dalam beberapa golongan menurut pendapatnya masing-masing.
a.         Sartain membagi motif-motif itu menjadi dua golongan sebagai berikut
                            1.         physiological drive dan
                            2.         social motives.
Yang dimaksud dengan physiological drive ialah dorongan­dorongan yang bersifat fisiologis/jasmaniah, seperti lapar, haus, lapar seks, dan sebagainya.Sedangkan social motives ialah dorongan-dorongan yang ada hubungannya dengan manusia yang lain dalam masyarakat; seperti : dorongan estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik (etika), dan sebagainya. Tidak dapat kita ingkari bahwa yang kedua ini .adalah timbul dan berkembang karena adanya yang pertama. Jadi kedua golongan motif tersebut berhubung­an satu sama lain. Dapat pula dikatakan, bahwa golongan yang kedua sifat-nya lebih tinggi (hanya terdapat pada manusia) daripada yang pertama.
b.         Woodworth mengadakan klasifikasi motif-motif sebagai ber­ikut:
Mula-mula ia membedakan/membagi motif-motif itu menjadi
dua bagian: unlearned motives(motif-motif pokok yang tidak
dipelajari) dan learned motives(motif-motif yang dipelajari).
Motif yang tidak dipelajari merupakan motif yang pokok, yang biasa disebut drive (dorongan). Yang termasuk ke dalam unlearned motives ialah motivf-motif yang timbul disebabkan oleh kekurangan-kekurangan/kebutuhan-kebutuhan dalam tu­buh, seperti: lapar, haus, sakit, dan sebagainya yang semua­nya itu menimbulkan dorongan dalam diri untuk rninta supaya dipenuhi, atau menjauhkan diri daripadanya.
Perasaan suka dan tidak suka menurut Woodworth adalah merupakan aspek-aspek yang didasari daripada motif-motif untuk mendekatkan diri dan menjauhkan diri dari sesuatu. Apa yang disukainya mendorong seseorang untuk mendekati/ mencapainya, dan apa yang tidak disukainya menimbulkan dorongan pada seseorang untuk menghindari/menjauhinya.
Selanjutnya Woodworth menyatakan bahwa motif-motif pada seseorang itu berkembang melalui kematangan, latihan, dan melalui belajar.
Dengan melalui latihan dan kehidupan sehari-hari, maka unlearned motives pada seseorang makin berkembang dan mengalami perubahan-perubahan seperti berikut:
1)        Tujuan-tujuan dan motif-motif menjadi lebih mengkhusus.
2)        Motif-motif itu makin berkombinasi menjadi motif-motif yang lebih konapleks.
3)        Tujuan-tujuan perantara, dapat menjadi/berubah menjadi tujuan yang sebenarnya.
4)        Motif-motif itu dapat timbul karena adanya perangsang­perangsang baru (perangsang buatan): motif-motif wajar dapat berubah menjadi motif bersyarat.
Seliubungan dengan uraian tersebut di atas, maka Wood­worth kemudian menggolongkan/membagi motif-motif itu menjadi tiga golongan:
1)         Kebutuhan-kebutuhan organis: yakni motif-motif yang berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan bagian dalam dari tubuh (kebutuhan-kebutuhan organis), seperti: lapar, haus, kekurangan zat pembakar, kebutuhan bergerak dan beristirahat/tidur, dan sebagainya.
2)         Motif-motif yang timbul sekonyong-konyong (emergency motives) ialah motif-motif yang timbul jika situasi me­nuntut timbulnya tindakan kegiatan yang cepat dan kuat dari kita. lam hal ini motif itu timbul bukan atas kemau­an kita, tetapi karena perangsang dari luar yang menarik kita. Contoh: Di waktu kita sedang asyik belajar, se­kony ong-k.onyong terdengar teriakan “Tolong”. Seketika itu juga kita terdorong untuk keluar rumah dan . . . me­lakukan sesuatu. Termasuk juga ke dalam motif ini ialah motif melarikan diri dari bahaya, motif berkelahi, me­ngejar dan motif berusaha atau berihtiar (mengatasi suatu rintangan).
3)         Motif Obyektif: ialah motif yang diarahkan/ditujukan ke suatu obyek atau tujuan tertentu di sekitar kita. Motif ini timbul karena adanya dorongan dari dalam diri kita (kita menyadarinya). Contoh: motif menyelidiki, meng­gunakan lingkungan.
Emergency motives dan objective motives adalah motif-motif yang tergantung pada hubungan-hubungan individu dengan lingkungannya.

  3.       Bagaimana Hubungan motif – motif itu dengan minat ?
The will to live yang seringkali dikatakan motif pokok dari semua makhluk, bagi manusia tidak semata-mata merupakan keinginan, untuk tetap hidup (tidak sakit atau mati), tetapi merupakan juga keinginan untuk hidup dalam hubungannya yang aktif dengan lingkungannya. Motif tersebut tidak terutama diarahkan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan organic dan mendapat kehidupan yang tidak disangka-sangka (tidak sengaja), tetapi diarahkan ke­pada obyek-obyek dan orang-orang lain, melakukan sesuatu untuk mereka dan berpartisipasi dengan apa yang terjadi di dalam ling­kungan.
Motif-motif obyektif menyatakan diri dalam kecenderungan‑kecenderungan umum untuk menyelidiki (to explore) dan mem, pergunakan (manipulate) lingkungan. Motif menyelidiki (exploring motive) adalah jelas tampak pada hewan dan pada manusia. Ia terlihat pada seorang bayi sebelum dapat memindahkan dirinya; mengamati dengan matanya, telinganya, dan mulutnya. Setelah anak makin besar dan dapat berbicara, terlihat motif menyelidiki itu dalam pertanyaan-pertanyaan yang selalu diajukannya, men­dengarkan orang lain berbicara, “merusak” alat-alat permainannya, dan sebagainya. Motif mempergunakan lingkungan, juga terlihat jelas pada binatang dan manusia.
Contoh:
Anak kucing bermain dengan bola: anak anjing mempermain­kan sebilah kayu ; dan sebagainya. Pada anak manusia, perbuatan yang demikian itu dilakukannya lebih baik lagi, karena manusia memiliki potensi-potensi yang lebih daripada hewan. Perhatikan anak-anak yang sedang bermain-main dan membuat main-mainan­nya!
Dal    kenyataan sehari-hari motif mempergunakan lingkungan dan motif menyelidiki itu seringkali menjadi satu.Dari eksplorasi dan manipulasi yang dilakukan anak-anak itu lama-lama timbullah minat terhadap sesuatu. (Ingat peribahasa Jawa witing tresno jalaran saka kulino).
Dari pengalaman itu anak berkembang ke arah berminat/ tidak berminat kepada sesuatu. Sesuatu yang menarik minat itu tidak hanya menyenangkan atau dapat mendatangkan kepuasan baginya, tetapi juga yang menakutkan. (Berilah contoh-contoh­nya).

  4.       Pertentangan antara Motif – Motif
Di muka telah dikatakan bahwa karena latihan dan belajar maka motif-motif pada seseorang makin berkombinasi menjadi motif-motif yang lebih kompleks. Dengan demikian seringkali pula ter­jadi interaksi antara motif-motif itu satu sama lain. Suatu motif yang tunggal (yang terisolasi dari yang lain) dalam kehidupan seseorang jarang terdapat.
Kadang-kadang suatu motif mendorong seseorang untuk ber­buat sesuatu, sedangkan motif yang lain menolaknya (mendorong untuk menghindarinya). Dalam hal yang demikian, kita katakan terjadi konflik antara motif-motif.
Sartain membedakan 3 macam konflik/pertentangan antara motif‑motif itu sebagai berikut:
a.         Approach — avoidance conflict,
b.         Approach — approach conflict,
c.         Avoidance — avoidance conflict.
a.         Pertentangan/konflik macam pertama, merupakan pertentang­an antara motif-motif yang saling berlawanan maksud atau tujuannya.
Motif yang satu mendorong untuk mencapai/mendekatinya, sedang motif yang lain mendorong untuk menghindari/men­jauhinya.
Dalam konflik macam ini, yang menjadi obyek atau tujuannya adalah sama (satu).
Contoh: Seorang anak kecil ingin bermain api. Akan tetapi di samping itu ia ingin pula menjauhi api itu, karena ia pernah tersentuh oleh api dan merasakan sakit/panasnya.
Pada orang dewasa konflik macam ini sering terjadi jika seseorang berkeinginan untuk berbuat jahat atau perbuatan yang dilarang agama atau melanggar kesusilaan atau berten­tangan dengan norma-norma sosial.
b.         Pertentangan macam kedua (approach-approach conflict) dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam .
1.      Convergent approach-approach conflict, dan
2.      Divergent approach-approach conflict.
Konflik pada no. 1 tersebut dapat terjadi, bila dua motif yang bertentangan satu sama lain mendorong seseorang kepada obyek tujuan yang sama. Sebagai contoh: Seorang anak yang kasih sayang kepada adiknya, pada suatu hari merasa kesal sekali, karena adiknya merobek-robek buku pelajaran yang akan dipergunakan untuk ulangan esok harinya. Ia ingin me­nampar adiknya itu, ia benci kepadanya. Tetapi di samping itu timbul rasa kasih sayangnya, dan ia ingin membujuknya. Contoh lain: Seorang ayah yang hidup tentram dengan ke­luarganya, pada suatu hari bercekcok agak keras dengan isteri­nya karena sesuatu hal. Di dalam dirinya timbul dua motif yang bertentangan; ia sebenarnya mencintai isterinya, tetapi di saat itu ia ingin pula menceraikannya.
Pada konflik no. 2 divergent approach-approach conflict terdapat dua motif dan dua tujuan yang bersaingan satu sama lain dalam satu saat yang sama. Sebagai contoh Seorang anakperempuan berhasrat untuk pergi ke gereja pada suatu hari. Minggu. Tetapi pada saat itu juga is ingin bersama-sama teman sekolahnya pergi bertamasya. Motif ke gereja dan motif ingin bertamasya timbul bersama-sama dalam satu saat, sehing­ga terjadilah pertentangan.
Dalam konflik macam ini, kadang-kadang kita hanya mem­punyai satu motif yang diarahkan kepada dua tujuan yang berbeda dan bertentangan. Seperti seorang pemuda mem­punyai hasrat untuk kawin. Ia mempunyai calon dua orang yang dianggap “sama berat” sama cantik, sama baik dan sama­sama setuju baginya.
c.         Pada konflik macam ketiga (avoidance-avoidance), terdapat dua obyek-tujuan yang kedua-duanya tidak diinginkan, tetapi salah satu di antaranya harus dipilih.
Contoh: Seorang tentara yang sedang bertempur berhadapan dengan musuh di garis depan. Mungkin dalam dirinya pada waktu itu timbul dua dorongan: menghindarkan diri sambil mundur agar dirinya selamat atau bertahan dan maju untuk menghindarkan sangkaan bahwa dia penakut/pengecut, biar­pun situasi pada waktu itu benar-benar membahayakan. (Cari­lah contoh lain dari kehidupan sehari-hari).

  5.       Motif-motif yang disadari dan tidak disadari
Di samping motif-motif yang disadari (tidak perlu kita bicarakan
lagi di sini), terdapat pula motif-motif yang tidak disadari; kita
tidak menyadari motif-motif sebenarnya yang ada pada diri kita.
Di dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita dapat melihat tingkah laku atau perbuatan seseorang yang orang itu sendiri tidak menyadari/tidak mengerti apa yang sebenarnya mendorong/ menyebabkan dia berbuat demikian itu. Aliran-aliran psikologi ketidaksadaran, antara lain Psikoanalisis dari Freud dan psiko­logi individual dari Adler dan Kunkel banyak menunjukkan ke­pada kita adanya motif-motif yang tidak disadari itu.
Freud menunjukkan bahwa kompleks-kompleks terdesak yang ada dalam ketidaksadaran manusia merupakan motif-motif tidak sadar, yang dapat menimbulkan keliru perbuatan, keliru tulis, keliru bicara, dan impian-impian. Motif-motif tidak sadar yang timbul dari kompleks-kompleks terdesak itu, dapat me­rupakan dorongan-dorongan fisiologis ataupun motif-motif sosial. Motif-motif tidak sadar ini kelihatan dengan jelas dalam per­buatan-perbuatan/reaksi-reaksi yang bersifat kompensasi atau over-kompensasi, regresi, rasionalisasi dan agresi.
Adler dan Kunkel menyatakan bahwa di dalam tingkah-laku atau perbuatan-perbuatan manusia dapat dibedakan adanya dua tujuan “tujuan semu” dan “tujuan sebenarnya”. Suatu perbuatan dikatakan bertujuan semu, jika tujuan (motif) yang hendak di­capai bukan tujuan (motif) yang menjadi pangkal hidupnya yang sebenarnya. Tujuan semu itu gunanya hanya untuk me­nyembunyikan motif tidak sadar yang kurang baik. Agar lebih jelas, perhatikan contoh berikut: Ada seseorang yang sudah dikenal oleh umum bahwa dia adalah seorang pelukis yang ler­nama. Setiap hari dia mencari inspirasi untuk bahan lukisannya. Di rumahnya terdapat bermacam-macam hasil lukisannya, tetapi anehnya tidak ada satupun di antara lukisan-lukisannya itu yang kelihatan telah selesai benar-benar. Di luar rumah, dalam per­gaulan dengan masyarakat ia selalu ramah-tamah dan menunjuk­kan tingkah lakunya yang halus dan sopan santun. Akan tetapi jika di rumahnya ia selalu marah-marah kepada isteri dan anak­anaknya. Dari contoh tersebut kita dapat mengajukan beberapa pertanyaan. Mengapa lukisan-lukisannya tidak diselesaikan? Apa maksudnya ia menunda-nunda penyelesaian lukisan-lukisan­nya itu? Mengapa pula ia seringkali marah-marah kepada isteri atau anak-anaknya, sedangkan di luar rumah ia menunjukkan tingkah laku dan sifat-sifat yang lemah lembut? (Jawaban per­tanyaan-pertanyaan tersebut dapat pembaca cari sendiri).
Contoh lain: Dengan tak sadar seseorang hendak mencapai suatu tujuan. Misalnya tujuan atau motifnya itu ialah ingin men­jadi kaya, mencari nama atau memperoleh kedudukan. Akan tetapi tujuan yang sebenarnya itu disembunyikannya di belakang sebuah kedok. Secara sadar ia mengemukakan bahwa tujuannya ialah, misalnya: menolong orang miskin, membina/menciptakan kebudayaan, atau membela, dan cinta tanah air. Pada hal ini sesungguhnya bukan tujuan (motif) hidupnya yang sebenarnya, melainkan hanya “tujuan semu” belaka.
Contoh-contoh tersebut di atas menunjukkan kepada kita, bahwa di samping motif-motif yang disadari terdapat pula motif yang tidak disadari, yang dapat merugikan bagi kita.

  6.       Apakah Fungsi / Gunanya Motif
Dari uraian-uraian terdahulu, jelaslah kiranya bahwa setiap motif itu bertalian erat dengan suatu tujuan, suatu cita-cita (lihat con­toh di muka). Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, inakin kuat pula motifnya. Jadi motif itu sangat berguna bagi tindakan/perbuatan seseorang.
Guna/fungsi dari motif-motif itu ialah:
a.       Motif itu mendorong manusia untuk berbuat/bertindak. Motif itu berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang mem­berikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas.
b.      Motif itu menentukan arah perbuatan. Yakni ke arah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah pe­nyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang hams ditempuh.
c.       Motif itu, menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukanperbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi,guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatanyang tak bermanfaat bagi tujuan itu. Seorang yang benar‑benar ingin mencapai gelarnya sebagai sarjana, tidak akanmenghambur-hamburkan waktunya dengan berfoya-foya/bermain kartu, sebab perbuatan itu tidak cocok dengan tujuan.
Dalam percakapan sehari-hari motif itu dinyatakan dengan ber­bagai kata, seperti: hasrat, maksud, minat, tekad, kemauan, dorongan, kebutuhan, kehendak, cita-cita, kehausan, dan sebagai­nya.

  7.       Motif dan Motivasi
Pada uraian-uraian sebelumnya di dalam bab ini, kita mengguna­kan istilah "motif" dan "motivasi" secara bergantian. Memang pengertian motif dan motivasi keduanya sukar dibedakan secara tegas. Dalam konteks uraian terdahulu dapat dijelaskan bahwa motif menunjukkan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah "pendorongan"; suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar is tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Kesulitan dalam mendefinisikan arti motivasi — seperti dikata­kan oleh Atkinson dalam bukunya, An Introduction to Motivation adalah karena istilah itu tidak memiliki arti yang tetap di dalam psikologi kontemporer. Itulah pula sebabnya maka seperti telah dikemukakan di muka — Sartain menggunakan kata motive dan drive untuk pengertian yang sama.
Untuk memperjelas pengertian motif dan motivasi, perhatikan pertanyaan-pertanyaan berikut:
-          Motif apakah yang mendorong seorang tukang becak mau menambangkan atau menarik becaknya sampai malam hari?
-          Motif apakah yang menyebabkan Amran (seorang mahasiswa) selalu belajar sampai larut malam?
-          Bagaimanakah seorang guru memberikan motivasi kepada para siswanya agar mereka merasa senang membersihkan ruang kelasnya setiap hari?
-          Apakah dengan memberikan hadiah dapat memotivasi anakuntuk belajar lebih baik lagi?
Duncan, seorang ahli administrasi, dalam bukunya, Organizational Behavior, mengemukakan bahwa di dalam konsep manajemen, motivasi berarti setiap usaha yang disadari untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar meningkatkan kemampuannya secara maksimal untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut Vroom, motivasi mengacu kepada suatu proses mempengaruhi pilihan-pilihan individu terhadap bermacam-macam bentuk kegiatan yang dikehendaki. Kemudian John P. Campbell dan kawan-kawan menambahkan rincian dalam definisi tersebut dengan mengemukakan bahwa motivasi mencakup di dalamnya arah atau tujuan tingkah laku, kekuatan respons, dan kegigihan tingkah laku. Di samping itu, istilah itu pun mencakup sejumlah konsep seperti dorongan (drive), kebutuhan (need), rangsangan (incentive), ganjaran (reward), penguatan (reinforcement), kete­tapan tujuan (goal setting), harapan (expectancy), dan sebagainya. -ATMenurut kebanyakan definisi, motivasi mengandung tiga komponen pokok, yaitu menggerakkan, mengarahkan, dan meno­pang tingkah laku manusia.
-            Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu; memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya kekuatan dalam hal ingatan, respons-respons efektif, dan kecenderungan mendapat kesenangan.
-            Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan demikian is menyediakan suatu orientasi tujuan. Tingkah laku individu diarahkan terhadap sesuatu.
-             Untuk menjaga dan menopang tingkah laku, lingkungansekitar hares menguatkan (reinforce) intensitas dan arahdorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
Sejalan dengan apa yang telah diuraikan di atas, Hoy dan Miskel dlam buku Educational Administration (1982 : 137) mengemu­kakan bahwa "motivasi dapqt didefinisikan sebagai kekuatan­kekuatan yang kompleks, dorongan-dorongan, kebutuhan-kebu­I (than, pernyataan-pertanyaan ketegangan (tension states), atat mekanisme-mekanisme lainnya yang memulai dan menjaga kegiat on-kegiatan yang diinginkan ke arah pencapaian tujuan-tujuar personal."
Sampai di sini jelas kiranya perbedaan antara motif dan motivasi serta pengertian motivasi itu sendiri, yaitu: suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melaku­kan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

  8.       Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemauannya untuk melakukan sesuatu 'sehingga dapat memperoleh hasil atau mencapai tujuan tertentu,. Bagi seorang manajer, tujuan motivasi ialah untuk menggerakkan pegawai atau bawahan dalam usaha meningkatkan prestasi kerja­nya sehingga tercapai tujuan organisasi yang dipimpinnya: Bagi seorang guru, tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau memacu para siswanya agar timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi belajarnya sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah. Sebagai contoh, seorang guru memberi­kan pujian kepada seorang siswa yang maju ke depan kelas dan dapat' mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya' pada din sendiri; di samping itu timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut dan malu lagi jika disuruh maju ke depan kelas. Untuk menghilangkan perasaan takabur dan menimbulkan rasa kasih­mengasihi di antara anak-anaknya, seorang ayah sengaja membeli­kan buku Lutung Kasarung untuk dibaca oleh anak-anaknya. Dengan membaca buku tersebut, yang berisi cerita tentang kehi­dupan tujuah putri raja, diharapkan anak-anak dapat menilai dan sekaligus menghayati betapa congkak dan kejinya putri sulung Purbararang kepada adik bungsunya, Purbasari, dan bagai­mana sikap kakak-kakak Purbasari terhadapnya, serta bagaimana akhir cerita itu. Dengan adanya penilaian dan penghayatan itu, selanjutnya diharapkan anak-anak tergerak hatinya untuk meniru perbuatan-perbuatan yang baik dan membenci perbuatan dan sifat yang buruk seperti diceritakan di dalam buku tersebut.
Dan kedua contoh tersebut di atas, jelas bahwa setiap tindakan motivasi mempunyai tujuan. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau yang akan dicapai, makin jelas pula bagaimana tindakanmemotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan mendapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh yang dimotivasi serta sesuai dengan, kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian orang yang akan dimotivasi.

  9.       Teori Motivasi
Beberapa teori motivasi yang akan dibicarakan dalam pasal ini adalah:
a.    Teori Hedonisme
Hedone adalah bahasa Yunani yang berarti kesukaan, kesenangan, atau kenikma tan. Hedonisme adalah suatu aliran di dalam filsafat yang memandang bahwa tujuan hidup yang utama pada manusia adalah ",-mencari kesenangan (hedone) yang bersifat duniawi. Menurut pandangan hedonisme, manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang mementingkan kehidupan yang penuh kesenangan dan kenikmatan./Oleh karena itu, setiap menghadapi persoalan yang perlu pemecahan, manusia cenderung memilih alternatif pemecahan yang dapat mendatangkan kesenangan daripada yang mengakibatkan kesukaran, kesulitan, penderitaan, dan sebagainya.
Implikasi dari teori ini ialah adanya anggapan bahwa semua orang akan cenderung menghindari hal-hal yang sulit dan menyu­sahkan, atau yang mengandung risiko berat, dan lebih suka mela­kukan sesuatu yang mendatangkan kesenangan baginya. Siswa di suatu kelas merasa gembira dan bertepuk tangan mendengar pengumu man dan kepala sekolah bahwa guru matematika mereka tidak dapat mengajar karena sakit. Seorang pegawai segan bekerja dengan baik dan malas bekerja, tetapi selalu menuntut gaji atau upah yang tinggi. Dan banyak lagi contoh yang lain, yang menun­'Akan bahwa motivasi itu sangat diperlukan. Menurut teori Hedonisme, para siswa dan pegawai tersebut pada contoh di alas harus diberi motivasi secara tepat agar tidak malas dan mau bekerja dengan baik, dengan memenuhi kesenangannya.
b.    Teori Naluri
Pada dasar­nya manusia memiliki tiga dorongan nafsu pokok — yang dalam hal ini disebut juga naluri  yaitu:
-      dorongan nafsu (naluri) mempertahankan diri,
-      dorongan nafsu (naluri) mengembangkan diri, dan
-      dorongan nafsu (naluri) mengembangkan/mempertahankan jenis.
Dengan dimilikinya ketiga naluri pokok itu, maka kebiasaan­kebiasaan ataupun tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia yang diperbuatnya sehari-hari mendapat dorongan atau digerakkan oleh ketiga naluri tersebut. Oleh karena itu, menurut teori ini, untuk memo tivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana yang akan dituju dan perlu dikembangkan.
Misalkan, seorang pelajar terdorong untuk berkelahi karena sering merasa dihina dan diejek teman-temannya karena ia dianggap b odoh di kelasnya. (Naluri mempertahankan diri). Agar pelajar tersebut tidak berkembang menjadi anak nakalyang suka berkelahi, perlu diberi motivasi, misalnya dengan menyediakan situasi yang dapat mendorong anak itu menjadi rajin belajar sehingga dapat menyamai teman-teman sekelasnya (naluri mengembangkan diri).
Sering kali kita temukan seseorang bertindak melakukan sesuatu karena didorong oleh lebih dan satu naluri pokok sekaligus sehingga sukar bagi kita untuk menentukan naluri pokok mana yang lebih dominan mendorong orang tersebut melakukan tindak­an- yang demikian itu. Sebagai contoh: seorang mahasiswa sangat tekun dan rajin belajar meskipun sebenarnya ia hidup di dalam kemiskinan bersama keluarganya. Hal apakah yang menggerakkan mahasiswa itu tekun dan rajin belajar? Mungkin karena ia benar­benar ingin menjadi pandai (naluri mengembangkan diri), tetapi mungkin juga karena ia ingin meningkatkan karier pekerjaannya sehingga dapat hidup senang bersama keluarganya dan dapat membiayai sekolah anak-anaknya (naluri mengembangkan/mem­pertahankan jenis dan naluri mempertahankan diri).
c.    Teori Reaksi yang Dipelajari
Teori ini berpandangan bahwa tindakan atau perilaku manusia
tidak berdasarkan naluri-naluri, tetapi berdasarkan pola-polatingkah laku yang dipelajari dari kebudayaan di tempat orang itu hidup,,Orang belajar paling banyak dari lingkungan kebudaya­an di tempat ia hidup dan dibesarkan.- Oleh karena itu, teori ini disebUt juga teori lingkungan kebudayaan. Menurut - teori ini, apabila seorang pemimpin ataupun seorang pendidik akan memo­tivasi anak buah atau anak didiknya, pemimpin ataupun pendidik itu hendaknya mengetahui benar-benar latar belakang kehidupan dan kebudayaan orang-orang yang dipimpinnya.
Dengan mengetahui latar belakang kebudayaan seseorang kita dapat mengetahui pola tingkah lakunya dan dapat memahami pula mengapa ia bereaksi atau bersikap yang mungkin berbeda dengan orang lain dalam menghadapi suatu masalah. Kita menge­tahui bahwa bangsa kita terdiri dari berbagai macam suku yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, banyak kemungkinan seorang pemimpin di suatu kantor atau seorang guru di suatu sekolah akan menghadapi beberapa macam anak buah dan anak didik yang berasal dari lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda sehingga perlu adanya pelayanan dan pendekatan yang berbeda pula, termasuk pelayanan dalam pemberian motivasi terhadap mereka.
d.   Teori Daya Pendorong
Teori ini merupakan perpaduan antara "teori naluri" dengan "teori reaksi yang dipelajari". Daya pendorong adalah semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan yang luas terhadap muttu arah yang umum. Misalnya, suatu daya pendorong pada Jervis kelamin yang lain. Semua orang dalam semua kebudayaan mempunyai daya pendorong pada jenis kelamin yang lain. Namun, cara-cara yang digunakan dalam mengejar kepuasan terhadap Jaya pendorong tersebut berlain-lainan bagi tiap individu menurut lular belakang kebudayaan masing-masing oleh karena itu, menurut teori ini, bila seorang pemimpin ataupun pendidik ingin memotivasi anak buahnya, ia hams mendasarkannya atas daya pendorong, yaitu atas naluri dan juga rekasi yang dipelajari dari kebudayaan lingkungan yang dimilikinya. Memotivasi anak didik yang sejak kecil dibesarkan di daerah Gunung Kidul misalnya, kemungkinan besar akan berbeda dengan cara memberikan motivasi kepada anak yang dibesarkan di kota Medan meskipun masalah Yang dihadapinya sama.

e.       Teori Kebutuhan
Teori motivasi yang sekarang banyak dianut orang adalah teori kebutuhan. Teori ini beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuh­annya, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Oleh karena itu, menurut teori ini, apabila seorang pemimpin ataupun pendidik bermaksud memberikan motivasi kepada seseorang, is hams berusaha mengetahui terlebih dahulu apa kebutuhan­kebutuhan orang yang akan dimotivasinya.
Banyak ahli psikologi yang telah berjasa merumuskan kebu­tuhan-kebutuhan manusia ditinjau dari sudut psikologi. Sejalan dengan itu pula maka terdapat adanya beberapa teori kebutuhan yang sangat erat berkaitan dengan kegiatan motivasi. Berikut ini dibicarakan salah satu dari teori kebutuhan yang dimaksud.

Teori Abraham Maslow
Sebagai seorang pakar psikologi, Maslow mengemukakan adanya lima tingkatan kebutuhan pokok manusia. Kelima tingkatan kebutuhan pokok inilah yang kemudian dijadikan pengertian kunci dalam mempelajari motivasi manusia.
Tingkatan atau hirarki kebutuhan dan Maslow ini tidak dimaksud sebagai suatu kerangka yang dapat dipakai setiap saat, tetapi lebih merupakan kerangka acuan yang dapat digunakan sewaktu­waktu bilamana diperlukan untuk memprakirakan tingkat kebu­tuhan mana yang mendorong seseorang — yang akan dimotivasi — bertindak melakukan sesuatu.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita dapat mengamati bahwa kebutuhan manusia itu berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempe­ngaruhi adanya perbedaan tingkat kebutuhan itu antara lain latar belakang pendidikan, tinggi-rendahnya kedudukan, penga­larnan masa lampau, pandangan atau falsafah hidup, cita-cita clan harapan masa depan, dari tiap individu.
Berdasarkan urutan tingkat kebutuhan menurut teori Maslow, kehidupan tiap manusia dapat dijelaskan sebagai berikut: Pada mulanya kebutuhan manusia yang paling mendesak adalah kebu­tuhan fisiologis seperti pangan, sandang, papan, dan kesehatan. Jika kebutuhan-kebutuhan fisiologis ini telah terpenuhi, maka kcbutuhan-kebutuhan berikutnya yang mendesak ialah kebutuhan itkan rasa aman dan terlindung.Apabila kebutuhan ini pun telah Ivrpenuhi sehingga tidak dirasakan lagi sebagai kebutuhan yangmendesak,. maka timbul kebutuhan berikutnya yang dirasakan mendesak, yaitu kebutuhan sosial seperti ingin masuk organisasi kemasyarakatan, ikut aktif dalam perkumpulan arisan keluarga, dsb. Jika kebutuhan. sosial ini pun telah dapat terpenuhi sehingga tidak terasa lagi sebagai kebutuhan mendesak, timbul kebutuhan lain yang dirasakan mendesak, yaitu kebutuhan akan penghargaan atau prestise. Demikian seterusnya sampai kepada tingkat kebu­tuhan aktualisasi diri: ingin menjadi orang ternama, terkenal di seluruh negara atau dunia.
Namun, janganlah diartikan ,bahwa kehidupan tiap manusia itu akan mengikuti urutan kelima tingkatan kebuttthan Maslow itu secara teratur dari tingkat kebutuhan fisiologis sampai dengan tingkat kebutuhan aktualisasi diri. Proses kehidupan manusia itu berbeda-beda dan tidak selalu menuruti garis lurus yang me­ningkat. Kadang-kadang melompat dan tingkat kebutuhan ter­tentu ke tingkat kebutuhan lain dengan melampaui tingkat kebu­tuhan yang berada di atasnya. Atau kemungkinan pula terjadi lompatan balik: dan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi ke tingkat kebutuhan di bawahnya. Dengan demikian, pada saat-saat tertentu tingkat kebutuhan seseorang berbeda dengan orang-orang yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar