Selasa, 14 Mei 2013

PENGGUNAAN TANAH DI WILAYAH PEDESAAN

PENGGUNAAN TANAH DI WILAYAH PEDESAAN

1. Wilayah Pedesaan Dan Penggunaan Tanahnya
Wilayah pedesaan, menurut Wibberley, menunjukkan suatu bagian suatu negeri yang memperlihatkan penggunaan tanah yang luas sebagai ciri penentu, baik pada waktu sekarang maupun beberapa wakru yang lampau.
Tanah dipedesaan digunakan bagi kehidupan sosial, seperti berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolahraga dan sebagainya. Selain itu di gunakan bagi  kehidupan ekonomi seperti : bertani, berkebun,beternak,managkap ikan , menebang kayu di hutan dan sebagainya.
2.  Migrasi Pedesaan Perkotaan Dan Pertumbuhan Jumlah Penduduk Perkotaan
Perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan merupakan fenomena umum yang dialami Negara-negara sedang berkembang. Penyebab utamanya adalah tekanan penduduk dan tekanan ekonomi di daerah pedesaan, seperti cepatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk, terbatasnya jumlah penduduk, terbatasnya tanah pertanian, dan sempitnya kesempatan bekerja di sektor nonpertanian. Seseorang terdorong untuk meninggalkan pedesaan dan pindah ke daerah perkotaan karena adanya kesempatan kerja yang lebih luas.           

PERSENTASE PENDUDUK DAERAH PERKOTAAN MENURUT PROPINSI : INDONESIA, 1971-1990

Propinsi

1971

1980

1985

1990
SUMATRA
17,10
19,58
21,83
25,52
JAWA
17,99
25,13
30,36
35,66
KALIMANTAN
20,35
21,46
23,93
27,58
SULAWESI
20,3
21,46
23,92
22,28
MALUKU + IRIAN JAYA
-
15,51
17,28
21,47
KEPULAUAN LAIN
7,40
12,01
20,67
17.14
INDONESIA
17,18
22,23
26,23
30,93

Dari tabel diatas menunjukkan adanya peningkatan urbanisasi paling cepat terjadi dijawa, dari 17,99% pada tahun 1997 menjadi 35,66% pada tahun 1990. Jawa memang lebih mnegkota dari pada luar jawa. walaupun jawa dihuni oleh sekitar 60% penduduk Indonesia, tetapi sekitar 70% penduduk perkotaan di Indonesia tinggal di jawa. Maka dapat di duga migrasi pedesaan-perkotaan (yang masih dalam batas propinsi ) memberikan sumbangan yang besar dalam pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di setiap propinsi di Indonesia.
3. Kemiskinan
Pemerintah melancarkan beberapa program sektoral untuk pengentasan kemiskinan baik dari segi financial, pelatihan, dan institusional. Program terakhir adalah inpres Desa Tertinggal (IDT). Masalah kemiskinan dan kelaparan dalam manifestasinya yang ekstrem, merupakan masalah pelik bagi manusia sejak dahulu kala. Dimasa lalu tercatat wabah penyakit dan bahaya kelaparan yang mengakibatkan banyak kematian di berbagai kawasan  dunia. Oleh karena itu penanggulangan bahaya kelaparan dan peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu program penting bagi tiap-tiap Negara di dunia.
Merdeka : salah satu tujuan yang penting dari kemerdekaan adalah kebebasan dari kemiskinan yang sudah diderita sejak lama. Ini jelas tercantum dalam Bab XIV UUD 1945 Bab XIV, yang menyangkut kesejahteraan social.
Pencapaian : walaupun kesenjangan ekonomi dewasa ini cukup mencolok antara  yang kaya dan miskin, dan masih banyak yang perlu di lakukan untuk penanggulangan kemiskinan, proporsi yang miskin sudah menurun secara berarti.  Yaitu jumlah penduduk miskin pada tahun  1976 sebanyak 40,08% (54,2 juta jiwa)  menjadi 13,67% pada tahun 1993 (27,2 juta jiwa).
Kriteria yang di gunakan untuk pengukuran tersebut adalah kebutuhan makanan,keperluan bukan makanan yakni perumahan, sandang, pendidikan,kesehatan dan transport. Dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan tersebut dilaksanakan program IDT , dimana program IDT di arahkan untuk mempercepat upaya pengurangan jumlah penduduk miskin dan jumlah desa-desa miskin, dengan alokasi dana Rp20 juta untuk satu desa tertinggal. Ruang lingkup adalah social-ekonomi penduduk miskin di desa-desa miskin. Jadi titik tolak pemilihan adalah desa miskin bukan orang miskin dan memakai kriteria yang telah digariskan.
Kelompok sasaran program IDT adalah penduduk miskin yang tergabung dalam kelompok swadaya masyarakat (KSM), yang terdiri atas sekitar 30 kepala keluarga,penduduk dari RT,RW, dusun atau desa yang sama. Mereka adalah kelompok masayarakat yang berpenghasilan rendah,mempunyai kemampuan terbatas dan tidak mempunyai akses dalam mendapatkan pelayanan, prasarana dan permodalan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Gaji Dan Upah Yang Rendah, gaji pegawai dan upah pekerja yang rendah dapat dijadikan indicator dari masalah kemiskinan yang dihadapi. Dari satu segi dapat dikatakan bahwa kemajuan-kemajuan telah dicapai namun sangat banyak orang yang menerima gaji dan upah dibawah Kebutuhan Fisik Minimum (KSM). KFM adalah “kebutuhan minimum selama sebulan dari seorang pekerja yang diukur menurut jumlah kalori, protein, vitamin-vitamin dan bahan mineral lainnya yang diperlukan sesuai dengan tingkat kebutuhan seseorang pekerja dan syarat-syarat kesehatan”. Barang dan jasa yang diperlukan dalam jumlah minimum tersebut trediri dari lima kelompok : 1.makanan dan minuman, 2.bahan bakar/penerangan, 3.perumahan dan alat-alat dapur, 4.pakaian, 5.lain-lain (transport,rekreasi,obat-obatan dan pendidikan).
Jika diambil skala gaji pegawai negeri maka terlihatlah betapa rendahnya gaji untuk golongan bawah pada umumnya.dalam daftar skala gaji pokok pegawai negeri sipil untuk 1993 dapat dilihat bahwa sampai akhir tahun 1994 gaji Gol.1 masa kerja 0-1 tahun adalah Rp.78000, masa kerja 4-5 tahun Rp.898200, dan masa kerja 10-11 tahun Rp.106.000tunjangan untuk isteri  10%dan untuk masing-masing anak 2%(sampai 3anak).
Jadi pegawai negeri Gol.1 masa kerja % tahun , dengan isteri dan 2 anak mndapat gaji dan tunjangan sebesar Rp.89,200+8.920+3.568=Rp.101.688(sampai akhir tahun 1994) jumlah tersebut berada dibawah kebutuhan fisik minimumpekerja dengan istri dan 2 anak.
Selain itu perlu juga diingat pekerja yang memasuki pasar kerja terus menerus melimpah. Kondisi pasar kerja indonesia kelebihan penawaran tenega kerja sedangkan lowongan kerja sangat terbatas. Selanjutnya kalau tidak hati-hati dalam menaikan UMR,ada kekhawatiran bahwa pengusaha mengganti faktor produksi tenaga kerja dengan pemakaian tekhnologi. Dengan kata lain dalam mengejar untung, pengusaha beralih kepemakaian teknologi dan mengurangi jumlah tenaga kerja. Upah buruh di Indonesia rendah jika dibandingkan dengan berbagai Negara di Asia sehingga cukup banyak dj Negara mereka di cekam oleh kemiskinan.
4. Pendekatan Pembangunan Intervensi Kemiskinan

Berikut ini ditelaah beberapa teori dan pendekatan pembangunan.

a.       The Trickle Down Theory
Teori perembesan atau tetesan kebawah (the trickle down theory) bercermin pada sejarah ekonomi inggris dan Negara-nagara eropa barat lainnya yang berorientasikan pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang mantap ditandai oleh Revolusi abad 18 dan 19 di Inggris jelas memberika keuntungan pada pemilik modal.meskipun demikian investasi besar besaran itu telah mengakibatkan peningkatan standar hidup dari kelas pekerja yang tumbuh dengan cepat sejajar dengan pertumbuhan penduduk yang cepat pula. Sehingga terjadilah perembesan kesejahteraan dari kelas atas ke kelas bawah melalui industrialisasi. Proses ini mempunyai akibat yang berbeda di Negara-negara yang sedang berkembang, karena investasi besar-besaran cenderung memperbesar kemakmuran golongan yang sudah ada di atas. Di tingkat pedesaan pendekatan ‘trickle down theory’ nampaknya berpengaruh juga pada pendekatan pembinaan koperasi (KUD).
b.      Basic Needs Approach
Basic Needs Approach “pendekatan kebutuhan pokok “ untuk pertama kali dikembangkan di Argentina oleh Bariloche Foundation sebagainupaya menanggulangi kemiskinanmasal dengan memenuhi kebutuhan pokok dari 40% penduduk yang berpenghasilan paling rendah.pendekatan tersebut meliputi upaya yang secara langsung menanggulangi masalah makanan. Gizi, kesehatan, pakaian, pendidikan dan perumahan malaui penyediaan kesempatankerja dan peningkatan pendapatan lain serta keluarga berencana. Kelayakan pendekatan tersebut didasari oelh suatu paket kebijaksanaan yang mengusahakan laju pertumbuhan yang relative tinggi (6-8%)pemerataan pendapatan, dan dalam batas-batas tertentu juga pemerataan kekayaan, pengaturan kembali pola-pola produksi dan pola-pola konsunsi masayarkat. Walaupun tujuan dan sasaran pendekatan”basic needs”adalah untuk membebaskan kelompok miskin, tetapi pendekatan ini msih tetap merupakan sasaran kritik terutama terhadap kelemahan-kelemahan implikasi.
c.       Pembangunan dari dalam (development from within)
Jelas bahwa kemiskinan tidak bisa dicapai melalui generalisasi pendekatan-pendekatan “basic needs”. Pengalaman-pengalaman menunjukkan bahwa pelayanan-pelayanan dasar hanya bisa dimanfaatkan kalau hal itu terintegrasikan dalam apa yang disebut “ Self Organization” dan “Self Management” dari kelompok miskin yang bersangkutan. Dikutip oleh Rusidi (1978) dari Geertz (1959), adalah “normless” dan “structureless”. Mengefektifkan pelayanan pada kelompok esa berarti mengefektifkan bekerjanya “basic communities” yang berorientasi pada pengembangan untuk masa depan. Atau dengan perkataan lain penanggulangan masalah golongan ekonomi lemah atau masyarakat miskin hanya bisa dilakukan melalui golongan ekonomi lemah dan masyarakat miskin itu sendiri atau melalui pembangunan dari dalam. Yaitu dengan mengembangkan potensi kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta memba-ngun sesuai dengan tujuan yang mereka kehendaki. Usaha pengembangan itu perlu dilakukan di dalam wadah kelompok keci (Kelompok Swadaya) yang hidup sedemikian rupa sehingga interaksi diantara individu merupakan proses pendidikan saling “asah” dan “asih”.

5. Kemandirian
Pada hakekatnya pengembangan pedesaan adalah suatu upaya untuk memerangi kemiskinan dan keterbelakangan. Pengembangan pedesaan harus ditinjau pada cakupan yang lebih luas tidak hanya mengenai hal-hal teknik, sosial dan kultural yang berpengaruh pada pengembangan pedesaan tetapi juga pada aspek politik dan kebijakan-kebijakan umum lainnya.
Adanya penekanan pada kemampuan menyeluruh dari penduduk pedesaan dalam mempengaruhi lingkungan mereka, dan hal ini hanya dapat dicapai kalau pembangunan pedesaan merupakan proses pengembangan kemandirian mereka. Upaya pengembangan pedesaan memang diharapkan akan meningkatkan kualitas hidup warga desa secara individual dan keluarga. Dalam rangka ini pendekatan yang efektif adalah melalui kelompok bukan secara individual. Hal ini utuk menghindarkan individu-individu yang mempunyai potensi besar akan maju sendiri dan secara “selfish” meninggalkan anggota masyarakat lain. Disamping itu pelayanan terhadap kelompok akan lebih efisien dalam menggunakan sumber daya dan dana yang ada.

6. Pendidikan Kedesaan
Masalah pokok pedesaan adalah masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Adapun pendekatan yang tepat adalah pendekatan pembangunan dari dalam masyarakat miskin dan terbelakang tersebut. Sedangkan implikasi dari pedekatan pembangunan dari dalam ini adalah perlunya membantuk kelompok swadaya yang dinamis berorient-tasikan pada upaya peningkatan pendapatan , bekerja secara mandiri. Untuk mencapai posisi tersebut perlu diadakan berbagai upaya pendidikan. Dalam rangka itu pertama yang perlu diingat bahwa kelompok itu sendiri merupakan wadah dari suatu proses saling belajar dan mengajar dari para anggota. Mereka saling memberi dan menerima informasi dari pengalaman serta saling meneguhkan dan memperkuat motivasi masing-masing. Dalam kelompok terjadi proses pendidikan yang efektif dan efisiensi sekali, karena bertolak dari kemampuan masing-masing dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar