Rabu, 15 Mei 2013

PENILAIAN KELAS

PENILAIAN  KELAS
A.    Pengertian Penilaian Kelas
Penilaian kelas merupakan suatu kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran tertentu. Untuk itu, diperlukan data sebagai informasi yang diandalkan sebagai dasar pengambilan keputusan. Keputusan tersebut berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi. Jadi penilaian kelas merupakan salah satu pilar dalam pelaksanaan Kurikulum TingkatSatuan Pendidikan (KTSP) yang berbasis kompetensi.
 Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkahlangkahperencanaan,   alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah buktiyang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta didik, pengolahan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik. Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portfolio), dan penilaian diri.
Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta didik tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya, tetapi dengan hasil yang dimiliki peserta didik tersebut sebelumnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai apa yang diharapkan.


B.     Ciri-ciri Penilaian Kelas
1.      Belajar tuntas
2.      Otentik
3.      Berkesinambungan
4.      Berdasarkan acuan kriteria / patokan
5.      Menggunakan berbagai cara & alat penilaian

C.    Fungsi Penilaian Kelas
Penilaian kelas memiliki fungsi sebagai berikut:
1.     Menggambarkan sejauhmana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
2.    Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan).
3.    Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu guru menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan.
4.    Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
5.    Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik.





D.    Teknik Penilaian Kelas
Beragam teknik dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik pengumpulan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harusdicapai. Penilaian kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikatorindikator Pencapaian kompetensi yang memuat satu ranah atau lebih. Berdasarkan indikator-indikator ini dapat ditentukan cara penilaian yang sesuai, apakah dengan tes tertulis, observasi, tespraktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok. Untuk itu, ada tujuh teknik yang dapat digunakan, yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.

1)      Penilaian Unjuk Kerja
a.      Pengertian
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti: praktek di laboratorium, praktek sholat, praktek OR, presentasi, diskusi, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/ deklamasi dll. Cara penilaian ini dianggap lebih otentik daripada tes tertulis karena apa yang dinilai lebih mencerminkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.
Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan halhal berikut
a)      Langkahlangkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b)      Kelengkapan dan ketepatan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
c)      Kemampuankemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
d)     Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak, sehingga semua dapat diamati.
e)      Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan diamati

2)      Teknik Penilaian Unjuk Kerja
Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai kemampuan berbicara peserta didik, misalnya dilakukan pengamatan atau observasi berbicara yang beragam, seperti: diskusi dalam kelompok kecil, berpidato, bercerita, dan melakukan wawancara. Dengan demikian, gambaran kemampuan peserta didik akan lebih utuh. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrument berikut:
a)      Daftar Cek (Checklist)
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan menggunakan daftar cek (baiktidak baik). Dengan menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai bila criteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benarsalah, dapat diamatitidak dapat diamati, baiktidak baik. Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar.
b)      Skala Penilaian (Rating Scale)
Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinum di mana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai sangat sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten dan 4 = sangat kompeten. Untuk memperkecil faktor subjektivitas, perlu dilakukan penilaian oleh lebih dari satu orang, agar hasil penilaian lebih akurat.

E.     Manfaat Penilaian Kelas
Manfaat penilaian kelas antara lain sebagai berikut:
1.       Untuk memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
2.      Untuk memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial.
3.      Untuk umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan.
4.      Untuk masukan bagi guru guna merancang kegiatan belajar.
5.      Untuk memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas



F.     Rambu-rambu Penilaian KelaS
1.      Kriteria Penilaian Kelas
a.       Validitas
Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. Dalam menyusun soal sebagai alat penilaian perlu memperhatikan kompetensi yang diukur, dan menggunakan bahasa yang tidak mengandung makna ganda. Misal, dalam pelajaran bahasa Indonesia, guru ingin menilai kompetensi berbicara. Bentuk penilaian valid jika menggunakan tes lisan. Jika menggunakan tes tertulis penilaian tidak valid.
b.      Reliabilitas
Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliable (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliable dan menjamin konsistensi. Misalnya guru menilai dengan proyek, penilaian akan reliabel jika hasil yang diperoleh itu cenderung sama bila proyek itu dilakukan lagi dengan kondisi yang relatif sama. Untuk menjamin penilaian yang reliabel petunjuk pelaksanaan proyek dan penskorannya harus jelas.
c.       Terfokus pada kompetensi
Dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang berbasis kompetensi, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan hanya pada penguasaan materi (pengetahuan).
d.      Keseluruhan/Komprehensif
Penilaian harus menyeluruh dengan menggunakan beragam cara dan alat untuk menilai beragam kompetensi peserta didik, sehingga tergambar profil kompetensi peserta didik.
e.       Objektivitas
Penilaian harus dilaksanakan secara obyektif. Untuk itu, penilaian harus adil, terencana, berkesinambungan, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.
f.       Mendidik
Penilaian dilakukan untuk memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan meningkatkan kualitas belajar bagi peserta didik.

G.    Prinsip Penilaian Kelas
Dalam melaksanakan penilaian, guru sebaiknya:
a.              Memandang penilaian dan kegiatan pembelajaran secara terpadu.
b.             Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri.
c.              Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik
d.             Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
e.              Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.
f.              Menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian kelas dapat dilakukan dengan cara tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, proyek, dan pengamatan tingkah laku.
g.             Melakukan Penilaian kelas secara berkesinambungan untuk memantau proses,kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Ulangan harian dapat dilakukan bila sudah menyelesaikan satu atau beberapa indikator atau satu kompetensi dasar. Pelaksanaan ulangan harian dapat dilakukan dengan penilaian tertulis, observasi atau lainnya. Ulangan tengah semester dilakukan bila telah menyelesaikan beberapa kompetensi dasar, sedangkan ulangan akhir semester dilakukan setelah menyelesaikan semua kompetensi dasar semester bersangkutan. Ulangan kenaikan kelas dilakukan pada akhir semester genap dengan menilai semua kompetensi dasar semester ganjil dan genap, dengan penekanan pada kompetensi dasar semester genap. Guru menetapkan tingkat pencapaian kompetensi peserta didik berdasarkan hasil belajarnya pada kurun waktu tertentu (akhir semester atau akhir tahun).
Agar penilaian objektif, guru harus berupaya secara optimal untuk (1) memanfaatkan berbagai bukti hasil kerja peserta didik dan tingkah laku dari sejumlah penilaian, (2) membuat keputusan yang adil tentang penguasaan kompetensi peserta didik dengan mempertimbangkan hasil kerja (karya)

H.    Ranah Penilaian
Kurikulum berbasis kompetensi tidak sematamata meningkatkan pengetahuan peserta didik, tetapi kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masingmasing mata pelajaran. Dengan kata lain, kurikulum tersebut menuntut proses pembelajaran di sekolah berorientasi pada penguasaan kompetensikompetensi yang telah ditentukan. Kurikulum tersebut memuat sejumlah standar kompetensi untuk setiap mata pelajaran. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar. Pada kurikulum tingkat satuan pendidikan, satu kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator pencapaian hasil belajar. Indikator tersebut menjadi acuan dalam merancang penilaian.





I.       Penilaian Proses Dan Hasil Belajar
Ditinjau dari sudut bahasa, penilaian diartikan sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Untuk dapat menentukan suatu nilai atau harga suatu objek diperlukan adanya ukuran atau kriteria. Dengan demikian penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Dalam penilaian Pendidikan, mencangkup tiga sasaran utama yakni program pendidikan, proses belajar mengajar  dan hasil-hasil belajar.
1.      Penilaian Hasil Belajar
Sudjana (2005) juga mengatakan bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa pada hakikatnya merupakan perubahan tingkah laku setelah melalui proses belajar mengajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik. Penilaian dan pengukuran hasil belajar dilakukan dengan menggunakan tes hasil belajar, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran.
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Hasil juga bisa diartikan adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah (PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 63 Ayat 1) . Pada Edisi ke-3 kita telah membahas penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik. Sekarang kita akan membahas penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh satuan pendidikan. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran.

J.      Pengertian Ketuntasan Belajar
Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran berbasis kompetensi yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual terhadap seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar. Setelah proses pembelajaran dilakukan selanjutnya diadakan penilaian terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Untuk mengukur penguasaan kompetensi perlu dikembangkan suatu penilaian yang mencakup seluruh kompetensi dasar dengan menggunakan indikator yang telah ditetapkan oleh pendidik.
Penilaian terhadap hasil pembelajaran menggunakan sistem penilaian berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dikuasai dan belum dikuasai serta mengetahui kesulitan belajar peserta didik. Apabila peserta didik belum menguasai suatu kompetensi dasar harus mengikuti proses pembelajaran kemudian dilakukan penilaian untuk mengukur pencapaian kompetensi (Depdiknas, 2010: 36).Proses penilaian dan analisis hasil belajar perlu dilakukan dengan cepat agar peserta didik dan pendidik dapat mengetahui ketercapaian SK dan KD yang di belajarkan sehingga proses perbaikan belajar dapat dilakukan dengan tepat dan segera. Ketuntasan peserta didik dalam mencapai kompetensi sangat bergantung kepada kondisi peserta didik, sumber belajar dan pendidik. Ada yang mencapai ketuntasan lebih awal ada yang lambat. Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dilakukan pembelajaran pengayaan atau pembelajaran remedial (Gentile & Lalley dalam Depdiknas, 2010: 37).

K.    Penilaian Proyek
1.    Pengertian
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas. Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan yaitu:
a.    Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
b.    Relevansi Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
c.    Keaslian Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.



L.     Penilaian Produk
1.      Pengertian
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti: makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barangbarang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.

2.      Teknik Penilaian Produk
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik atau analitik.
a.       Cara analitik, yaitu berdasarkan aspekaspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.
b.      Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
  1. Penilaian Portofolio  
1.      Pengertian
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik, hasil tes (bukan nilai) atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.
Penilaian portofolio pada dasarnya menilai karyakarya siswa secara individu pada satu periode untuk suatu mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru dan peserta didik sendiri. Berdasarkan informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan. Dengan demikian, portofolio dapat memperlihatkan perkembangan kemajuan belajar peserta didik melalui karyanya, antara lain: karangan, puisi, surat, komposisi musik, gambar, foto, lukisan, resensi buku/ literatur, laporan penelitian, sinopsis, dsb.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam penggunaan penilaian portofolio di sekolah, antara lain:
1)      Karya siswa adalah benar- benar karya peserta didik itu sendiri
Guru melakukan penelitian atas hasil karya peserta didik yang dijadikan bahanpenilaian portofolio agar karya tersebut merupakan hasil karya yang dibuat oleh peserta didik itu sendiri.
2)      Saling percaya antara guru dan peserta didik
Dalam proses penilaian guru dan peserta didik harus memiliki rasa saling percaya, saling memerlukan dan saling membantu sehingga terjadi proses pendidikan berlangsung dengan baik.
3)      Kerahasiaan bersama antara guru dan peserta didik
Kerahasiaan hasil pengumpulan informasi perkembangan peserta didik perlu dijaga dengan baik dan tidak disampaikan kepada pihakpihak yang tidak berkepentingan sehingga memberi dampak negatif proses pendidikan
4)      Milik bersama (joint ownership) antara peserta didik dan guru
Guru dan peserta didik perlu mempunyai rasa memiliki berkas portofolio sehingga peserta didik akan merasa memiliki karya yang dikumpulkan dan akhirnya akan berupaya terus meningkatkan kemampuannya.
5)      Kepuasan
Hasil kerja portofolio sebaiknya berisi keterangan dan atau bukti yang memberikan dorongan peserta didik untuk lebih meningkatkan diri.
6)      Kesesuaian
Hasil kerja yang dikumpulkan adalah hasil kerja yang sesuai dengan kompetensi yang tercantum dalam kurikulum.
7)      Penilaian proses dan hasil
Penilaian portofolio menerapkan prinsip proses dan hasil. Proses belajar yang dinilai misalnya diperoleh dari catatan guru tentang kinerja dan karya peserta didik.
8)      Penilaian dan pembelajaran
Penilaian portofolio merupakan hal yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Manfaat utama penilaian ini sebagai diagnostik yang sangat berarti bagi guru untuk melihat kelebihan dan kekurangan peserta didik.



DAFTAR PUSTAKA 
Arikunto, Suharsimi (1995), Dasar- dasar Evaluasi Pendidikan.Jakarta : Bumi Aksara
Jihad, Asep . dan Haris, Abdul (2008), Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo
Purwanto (2009), Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Benjamin S. Bloom. Book on formative and summative evaluation of student learning, Mc.          Graw-Hill Book Company, 1971

Selasa, 14 Mei 2013

PENGGUNAAN TANAH DI WILAYAH PEDESAAN

PENGGUNAAN TANAH DI WILAYAH PEDESAAN

1. Wilayah Pedesaan Dan Penggunaan Tanahnya
Wilayah pedesaan, menurut Wibberley, menunjukkan suatu bagian suatu negeri yang memperlihatkan penggunaan tanah yang luas sebagai ciri penentu, baik pada waktu sekarang maupun beberapa wakru yang lampau.
Tanah dipedesaan digunakan bagi kehidupan sosial, seperti berkeluarga, bersekolah, beribadat, berekreasi, berolahraga dan sebagainya. Selain itu di gunakan bagi  kehidupan ekonomi seperti : bertani, berkebun,beternak,managkap ikan , menebang kayu di hutan dan sebagainya.
2.  Migrasi Pedesaan Perkotaan Dan Pertumbuhan Jumlah Penduduk Perkotaan
Perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan merupakan fenomena umum yang dialami Negara-negara sedang berkembang. Penyebab utamanya adalah tekanan penduduk dan tekanan ekonomi di daerah pedesaan, seperti cepatnya laju pertumbuhan jumlah penduduk, terbatasnya jumlah penduduk, terbatasnya tanah pertanian, dan sempitnya kesempatan bekerja di sektor nonpertanian. Seseorang terdorong untuk meninggalkan pedesaan dan pindah ke daerah perkotaan karena adanya kesempatan kerja yang lebih luas.           

PERSENTASE PENDUDUK DAERAH PERKOTAAN MENURUT PROPINSI : INDONESIA, 1971-1990

Propinsi

1971

1980

1985

1990
SUMATRA
17,10
19,58
21,83
25,52
JAWA
17,99
25,13
30,36
35,66
KALIMANTAN
20,35
21,46
23,93
27,58
SULAWESI
20,3
21,46
23,92
22,28
MALUKU + IRIAN JAYA
-
15,51
17,28
21,47
KEPULAUAN LAIN
7,40
12,01
20,67
17.14
INDONESIA
17,18
22,23
26,23
30,93

Dari tabel diatas menunjukkan adanya peningkatan urbanisasi paling cepat terjadi dijawa, dari 17,99% pada tahun 1997 menjadi 35,66% pada tahun 1990. Jawa memang lebih mnegkota dari pada luar jawa. walaupun jawa dihuni oleh sekitar 60% penduduk Indonesia, tetapi sekitar 70% penduduk perkotaan di Indonesia tinggal di jawa. Maka dapat di duga migrasi pedesaan-perkotaan (yang masih dalam batas propinsi ) memberikan sumbangan yang besar dalam pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di setiap propinsi di Indonesia.
3. Kemiskinan
Pemerintah melancarkan beberapa program sektoral untuk pengentasan kemiskinan baik dari segi financial, pelatihan, dan institusional. Program terakhir adalah inpres Desa Tertinggal (IDT). Masalah kemiskinan dan kelaparan dalam manifestasinya yang ekstrem, merupakan masalah pelik bagi manusia sejak dahulu kala. Dimasa lalu tercatat wabah penyakit dan bahaya kelaparan yang mengakibatkan banyak kematian di berbagai kawasan  dunia. Oleh karena itu penanggulangan bahaya kelaparan dan peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu program penting bagi tiap-tiap Negara di dunia.
Merdeka : salah satu tujuan yang penting dari kemerdekaan adalah kebebasan dari kemiskinan yang sudah diderita sejak lama. Ini jelas tercantum dalam Bab XIV UUD 1945 Bab XIV, yang menyangkut kesejahteraan social.
Pencapaian : walaupun kesenjangan ekonomi dewasa ini cukup mencolok antara  yang kaya dan miskin, dan masih banyak yang perlu di lakukan untuk penanggulangan kemiskinan, proporsi yang miskin sudah menurun secara berarti.  Yaitu jumlah penduduk miskin pada tahun  1976 sebanyak 40,08% (54,2 juta jiwa)  menjadi 13,67% pada tahun 1993 (27,2 juta jiwa).
Kriteria yang di gunakan untuk pengukuran tersebut adalah kebutuhan makanan,keperluan bukan makanan yakni perumahan, sandang, pendidikan,kesehatan dan transport. Dalam rangka menanggulangi masalah kemiskinan tersebut dilaksanakan program IDT , dimana program IDT di arahkan untuk mempercepat upaya pengurangan jumlah penduduk miskin dan jumlah desa-desa miskin, dengan alokasi dana Rp20 juta untuk satu desa tertinggal. Ruang lingkup adalah social-ekonomi penduduk miskin di desa-desa miskin. Jadi titik tolak pemilihan adalah desa miskin bukan orang miskin dan memakai kriteria yang telah digariskan.
Kelompok sasaran program IDT adalah penduduk miskin yang tergabung dalam kelompok swadaya masyarakat (KSM), yang terdiri atas sekitar 30 kepala keluarga,penduduk dari RT,RW, dusun atau desa yang sama. Mereka adalah kelompok masayarakat yang berpenghasilan rendah,mempunyai kemampuan terbatas dan tidak mempunyai akses dalam mendapatkan pelayanan, prasarana dan permodalan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Gaji Dan Upah Yang Rendah, gaji pegawai dan upah pekerja yang rendah dapat dijadikan indicator dari masalah kemiskinan yang dihadapi. Dari satu segi dapat dikatakan bahwa kemajuan-kemajuan telah dicapai namun sangat banyak orang yang menerima gaji dan upah dibawah Kebutuhan Fisik Minimum (KSM). KFM adalah “kebutuhan minimum selama sebulan dari seorang pekerja yang diukur menurut jumlah kalori, protein, vitamin-vitamin dan bahan mineral lainnya yang diperlukan sesuai dengan tingkat kebutuhan seseorang pekerja dan syarat-syarat kesehatan”. Barang dan jasa yang diperlukan dalam jumlah minimum tersebut trediri dari lima kelompok : 1.makanan dan minuman, 2.bahan bakar/penerangan, 3.perumahan dan alat-alat dapur, 4.pakaian, 5.lain-lain (transport,rekreasi,obat-obatan dan pendidikan).
Jika diambil skala gaji pegawai negeri maka terlihatlah betapa rendahnya gaji untuk golongan bawah pada umumnya.dalam daftar skala gaji pokok pegawai negeri sipil untuk 1993 dapat dilihat bahwa sampai akhir tahun 1994 gaji Gol.1 masa kerja 0-1 tahun adalah Rp.78000, masa kerja 4-5 tahun Rp.898200, dan masa kerja 10-11 tahun Rp.106.000tunjangan untuk isteri  10%dan untuk masing-masing anak 2%(sampai 3anak).
Jadi pegawai negeri Gol.1 masa kerja % tahun , dengan isteri dan 2 anak mndapat gaji dan tunjangan sebesar Rp.89,200+8.920+3.568=Rp.101.688(sampai akhir tahun 1994) jumlah tersebut berada dibawah kebutuhan fisik minimumpekerja dengan istri dan 2 anak.
Selain itu perlu juga diingat pekerja yang memasuki pasar kerja terus menerus melimpah. Kondisi pasar kerja indonesia kelebihan penawaran tenega kerja sedangkan lowongan kerja sangat terbatas. Selanjutnya kalau tidak hati-hati dalam menaikan UMR,ada kekhawatiran bahwa pengusaha mengganti faktor produksi tenaga kerja dengan pemakaian tekhnologi. Dengan kata lain dalam mengejar untung, pengusaha beralih kepemakaian teknologi dan mengurangi jumlah tenaga kerja. Upah buruh di Indonesia rendah jika dibandingkan dengan berbagai Negara di Asia sehingga cukup banyak dj Negara mereka di cekam oleh kemiskinan.
4. Pendekatan Pembangunan Intervensi Kemiskinan

Berikut ini ditelaah beberapa teori dan pendekatan pembangunan.

a.       The Trickle Down Theory
Teori perembesan atau tetesan kebawah (the trickle down theory) bercermin pada sejarah ekonomi inggris dan Negara-nagara eropa barat lainnya yang berorientasikan pada pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang mantap ditandai oleh Revolusi abad 18 dan 19 di Inggris jelas memberika keuntungan pada pemilik modal.meskipun demikian investasi besar besaran itu telah mengakibatkan peningkatan standar hidup dari kelas pekerja yang tumbuh dengan cepat sejajar dengan pertumbuhan penduduk yang cepat pula. Sehingga terjadilah perembesan kesejahteraan dari kelas atas ke kelas bawah melalui industrialisasi. Proses ini mempunyai akibat yang berbeda di Negara-negara yang sedang berkembang, karena investasi besar-besaran cenderung memperbesar kemakmuran golongan yang sudah ada di atas. Di tingkat pedesaan pendekatan ‘trickle down theory’ nampaknya berpengaruh juga pada pendekatan pembinaan koperasi (KUD).
b.      Basic Needs Approach
Basic Needs Approach “pendekatan kebutuhan pokok “ untuk pertama kali dikembangkan di Argentina oleh Bariloche Foundation sebagainupaya menanggulangi kemiskinanmasal dengan memenuhi kebutuhan pokok dari 40% penduduk yang berpenghasilan paling rendah.pendekatan tersebut meliputi upaya yang secara langsung menanggulangi masalah makanan. Gizi, kesehatan, pakaian, pendidikan dan perumahan malaui penyediaan kesempatankerja dan peningkatan pendapatan lain serta keluarga berencana. Kelayakan pendekatan tersebut didasari oelh suatu paket kebijaksanaan yang mengusahakan laju pertumbuhan yang relative tinggi (6-8%)pemerataan pendapatan, dan dalam batas-batas tertentu juga pemerataan kekayaan, pengaturan kembali pola-pola produksi dan pola-pola konsunsi masayarkat. Walaupun tujuan dan sasaran pendekatan”basic needs”adalah untuk membebaskan kelompok miskin, tetapi pendekatan ini msih tetap merupakan sasaran kritik terutama terhadap kelemahan-kelemahan implikasi.
c.       Pembangunan dari dalam (development from within)
Jelas bahwa kemiskinan tidak bisa dicapai melalui generalisasi pendekatan-pendekatan “basic needs”. Pengalaman-pengalaman menunjukkan bahwa pelayanan-pelayanan dasar hanya bisa dimanfaatkan kalau hal itu terintegrasikan dalam apa yang disebut “ Self Organization” dan “Self Management” dari kelompok miskin yang bersangkutan. Dikutip oleh Rusidi (1978) dari Geertz (1959), adalah “normless” dan “structureless”. Mengefektifkan pelayanan pada kelompok esa berarti mengefektifkan bekerjanya “basic communities” yang berorientasi pada pengembangan untuk masa depan. Atau dengan perkataan lain penanggulangan masalah golongan ekonomi lemah atau masyarakat miskin hanya bisa dilakukan melalui golongan ekonomi lemah dan masyarakat miskin itu sendiri atau melalui pembangunan dari dalam. Yaitu dengan mengembangkan potensi kepercayaan dan kemampuan masyarakat itu sendiri untuk mengorganisir diri serta memba-ngun sesuai dengan tujuan yang mereka kehendaki. Usaha pengembangan itu perlu dilakukan di dalam wadah kelompok keci (Kelompok Swadaya) yang hidup sedemikian rupa sehingga interaksi diantara individu merupakan proses pendidikan saling “asah” dan “asih”.

5. Kemandirian
Pada hakekatnya pengembangan pedesaan adalah suatu upaya untuk memerangi kemiskinan dan keterbelakangan. Pengembangan pedesaan harus ditinjau pada cakupan yang lebih luas tidak hanya mengenai hal-hal teknik, sosial dan kultural yang berpengaruh pada pengembangan pedesaan tetapi juga pada aspek politik dan kebijakan-kebijakan umum lainnya.
Adanya penekanan pada kemampuan menyeluruh dari penduduk pedesaan dalam mempengaruhi lingkungan mereka, dan hal ini hanya dapat dicapai kalau pembangunan pedesaan merupakan proses pengembangan kemandirian mereka. Upaya pengembangan pedesaan memang diharapkan akan meningkatkan kualitas hidup warga desa secara individual dan keluarga. Dalam rangka ini pendekatan yang efektif adalah melalui kelompok bukan secara individual. Hal ini utuk menghindarkan individu-individu yang mempunyai potensi besar akan maju sendiri dan secara “selfish” meninggalkan anggota masyarakat lain. Disamping itu pelayanan terhadap kelompok akan lebih efisien dalam menggunakan sumber daya dan dana yang ada.

6. Pendidikan Kedesaan
Masalah pokok pedesaan adalah masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Adapun pendekatan yang tepat adalah pendekatan pembangunan dari dalam masyarakat miskin dan terbelakang tersebut. Sedangkan implikasi dari pedekatan pembangunan dari dalam ini adalah perlunya membantuk kelompok swadaya yang dinamis berorient-tasikan pada upaya peningkatan pendapatan , bekerja secara mandiri. Untuk mencapai posisi tersebut perlu diadakan berbagai upaya pendidikan. Dalam rangka itu pertama yang perlu diingat bahwa kelompok itu sendiri merupakan wadah dari suatu proses saling belajar dan mengajar dari para anggota. Mereka saling memberi dan menerima informasi dari pengalaman serta saling meneguhkan dan memperkuat motivasi masing-masing. Dalam kelompok terjadi proses pendidikan yang efektif dan efisiensi sekali, karena bertolak dari kemampuan masing-masing dan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bersama.